Selasa, 25 April 2017

Salah Satu Bahasa Daerah NTT

Saya Bisa Bahasa Marae

Masih teringat di ingatan ketika saya mengajar di salah satu sekolah dari ratusan ribu Sekolah Dasar yang ada di Indonesia. Namanya SDN Nokarwek, yang terletak di Dusun Purlolo, Desa Loonuna, Kecamatan Lamaknen Selatan, Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Lokasinya berada di batas negara Indonesia- Timor Leste. Jaraknya sangat dekat, masih satu tanah dan bahasanya pun masih sama. Jadi masyarakat dengan mudahnya untuk keluar masuk negara.
Kami di tempatkan di Posyandu, kalau dilihat lokasi dekat dengan sekolah, dekat dengan kantor desa, dekat dengan paud, dekat dengan rumah Pak Sekdes, dan dekat dengan rumah kepala desa kebetulan istri bapak desanya adalah Kepala Sekolah kami. Tetapi kami jauh dengan perumahan masyarakat/anak-anak.
Dalam masyarakat, masih banyak yang tidak mengerti bahasa Indonesia. Apalagi anak-anak kecil ataupun para orang tua. Jadi untuk melaksanakan kehidupan di masyarakat tentunya kami harus belajar bahasa yang dipakai oleh masyarakat. Marae. Marae adalah nama bahasa yang digunakan, sebenarnya masih ada lagi bahasa yang lain yaitu tetun. Tetapi disini, maraelah yang sering digunakan untuk kehidupan sehari-hari.
Saya memiliki rekan seperjuangan, namanya Risa, Risa Alhidayah. Risa berasal dari jurusan matematika Universitas Riau. Jadi setiap berhubungan dengan masyarakat kami selalu bertanya tentang bahasa dan selalu mencoba untuk mengucapkannya. Walapun, setiap kami mengucapkannya kami selalu ditertawakan.
Kami menyadari, tertawa mereka bukan berarti untuk mengejek atau sejenisnya. Ya pastinya karna lafal yang kami ucapkan tentu belum sebagus masyarakat asli jadinya terdengar lucu. Tapi kepedean kami yang sok pasti terus membuat kami semangat untuk akrab dengan mereka. Misalnya:
§    Neto artinya saya.
§    Eto artinya kamu.
§    Negohoon artinya sedang apa.
§    Tiomal gie artinya mau kemana.
§    Baia tinik artinya masak nasi.
§    Mele-mele artinya jalan-jalan.
§    Mak ka nik artinya pahamkah tidak.
§    Tepel ka nik artinya betulkah tidak.
§    Kios malgie, mar malgie arinya mau ke kios, mau kekebun.
§    Pesiar - jalan, bokot -gendut, unu-diam, ebel-kuat, lugi-kurus, zol-kali, Dan sebagainya.

Selain itu banyak hal lucu yang terjadi seriing dengan perjalan kami disana. Baik panas ataupun musim hujan. Perlu diketahui, daerah tempatan kami adalah daerah yang sangat sulit mendapatkan air. Ketika musim panas, ya kami harus kuatkan tekat untuk minta air sama masyarakat tentunya dengan menggunakan bahasa marae, supaya masyarakat tertawa sehingga pada akhirnya dengan senang hati memberikan sejumlah jergen air untuk kami bawa pulang. Tidak jarang juga kami mendapatkan sesuatu yang lain, seperti sayur, lombok, labu, jagung, dll. Ya tentunya berkat bahasa Marae.
Nah, kisah lain jika memasuki musim hujan. Jika aktivitas orang pada umumnya kalau hujan akan masuk rumah, nah berbeda dengan kami. Jika hujan saatnya kami keluar rumah, untuk bersiap-siap untuk menimba air sebanyak-banyaknya. Sampai-sampai botol minumpun tidak luput menjadi sasaran tampat cadangan air.
Seingin berjalannya waktu, kamipun sudah mulai bisa berbicara dan memahaminya walaupun tidak terlalu baik. Tetapi paling tidak cukup memberikan kami rasa cinta akan bangsa ini. Bangsa yang punya aneka ragam budaya, suku dan bahasa.

@@@  Dengan pengalaman ini tentunya kami mengucapkan Terimakasih untuk bapak Desa/Mama Kepala, Pak Sek/Buk Sek, Bu Linda, Bu Lutvi, Bu Emi, Mak Rosa, Pak Marsel (Dua-Duanya), Pak Bosco , Eme (Alm)/Ama, masyarakat. Dan tentunya anak-anak (enjel, santri, ernes, fiki, selfi, ana, damarista, ikun, sander dan banyak lagi yang tidak bisa ibu sebutkan) atas bantuan untuk mengajari mak ibu berdua untuk bisa berbahasa Marae. (mudah-mudahan selalu ingat walaupun tidak pernah diucapkan lagi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar