Selasa, 16 Mei 2017

Potret Pendidikan Bangsaku




Di era perkembangan pendidikan yang sudah maju ini kita mengetahui, betapa giatnya pemerintah untuk mengembangkan pendidikan indonesia mulai dari kurikulum, teknologi, gedung sekolah, kualitas guru yang terus di upayakan bagus, supaya pendidikan indonesia mampu bersaing dengan negara-negara luar lainnya.
Upaya Pembangunan pendidikan tersebut sebenarnya sudah dilaksanakan pada zaman penjajahan dan sampai pada saat sekarang ini, telah memberikan hasil yang cukup mengagumkan sehingga secara umum kualitas sumberdaya manusia Indonesia jauh lebih baik. Namun upaya untuk membangun sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi, menguasi iptek, serta bermoral dan berbudaya bukanlah suatu pekerjaan yang relatif mudah. Hal ini di sebabkan dunia pendidikan indonesia masih menghadapi berbagai masalah internal yang cukup mendasar dan bersifat kompleks. Diantaranya belum meratanya guru, sarana dan prasarana ditambah lagi kondisi geografis indonesia yang tidak sama, sehingga pendidikan indonesia masih banyak yang harus dibenahi.
Masalah pembenahan dalam pendidikan, sebenarnya bukanlah berbicara masalah mutu. Mutu pendidikan akan timbul apabila hasil pendidikan belum mencapai taraf yang diharapkan. Padahal hasil belajar yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Hal ini tidak akan menjadi persoalan ketika kita berkaca untuk pendidikan di kota, bahkan kemajuannya sudah sampai ketahap yang tinggi, misalnya dengan fasilitas yang lengkap, guru yang profesional, serba cepat dan canggih mampu membuat pendidikan itu sangat bergengsi. Akan tetapi kenyataan sekarang ini, pendidikan yang selayaknya tersebut belum merata sampai pelosok tanah air indonesia ini. Misalnya Kabupeten Belu, Provinsi NTT, yang termasuk salah satu daerah 3T di Indonesia ini. Pendidikan di tempat tersebut banyak yang menjadi sorotan utamanya, diantaranya kurangnya guru, sarana dan prasarana yang sangat sederhana, serta faktor alam yang membuat ragamnya persoalan tersebut.
Kekurangan guru
Kita mengetahui bagaimana pengaruh guru dalam pendidikan, guru adalah senjata utama untuk menjadikan pendidikan yang berkualitas. Ditangan gurulah akan menciptakan penerus bangsa yang akan menjadi pemimpin negeri ini, ditangan gurulah akan lahir generasi muda yang berkualitas yang memiliki akhlak, dan karakter yang dibutuhkan dalam era globalisasi ini.
Oleh karena itu guru sangat diperlukan untuk membentuk itu semua, yang menjadi persoalan disini ialah ketika meludaknya guru dikota dan minimnya guru dipelosok tanah air. Sebuah persoalan yang tidak terasa adil untuk mereka yang berada di pelosok, jika kita melihat secara empiris penulis banyak ditemui di sekolah-sekolah daerah 3T sangat membutuhkan guru. Diwilayah tersebut guru adalah sumber ilmu yang pertama dan utama, oleh karena itu tidak jarang kita temui guru mengajar secara rangkap (satu guru dalam dua kelas), pada dasarnya guru harus mampu menguasai semua bidang studi dalam tingkatan yang  berbeda. Begitulah perjuangan guru di wilayah 3T tersebut.
 Dengan keterbatasan sumber daya manusia, tidak menghentikan proses pendidikan di pelosok, keterbatasan tidak menjadi penghalang untuk tetap mendidik anak-anak untuk menjadi insan yang memiliki budi pekerti yang baik. Selain guru yang terbatas, hal lain yang menjadi persoalan pendidikan di pelosok negri adalah masalah sarana dan prasarana.
Sarana dan prasarana
Dalam UUD 1945 bab XI pasal 17 berbunyi: “Tiap-tiap warga Negara republik Indonesia mempunyai hak yang sama diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaarn pada sekolah itu dipenuhi.”. Menjadi persoalan disini ketika terjadi kesenjangan antara pendidikan di kota dan daerah yang berada di 3T. Seolah-olah UU tidak berlaku untuk pendidikan yang ada di pelosok negri, mengapa demikian? Ketika kita melihat pendidikan di daerah 3T kita merasa adanya ketidak adilan untuk mereka, gedung sekolah yang tidak layak, tidak cukupnya ruang belajar, tidak tersedianya media dalam belajar, akses internet yang jauh dari harapan, serta buku-buku yang sangat terbatas, ditambah lagi seragam sekolah yang sudah berubah warna dari putih menjadi kuning. Ini menjadi khas pendidikan yang ada di pelosok tanah air. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah faktor alam.

Faktor alam
Hal yang paling menjadi sorotan pendidikan di daerah timur ini adalah faktor alam dan kondisi goegrafisnya. Adanya dua musim, kemarau dan hujan yang masing-masing terjadi selama enam bulan. Ketika musim kemarau datang, akan terjadi kekeringan dan sulitnya mendapatkan air. Hal itu akan berdampak kepada anak-anak dan pendidikan tentunya. Anak-anak diharuskan mencari air dikali yang jaraknya jauh dari sekolah, mengingat air adalah sumber kehidupan yang tidak dapat dilepaskan untuk keperluan sehari-hari disekolah misalnya untuk cuci tangan, pengisian air di toilet, dan untuk menyiram bunga. 
Sebaliknya, ketika musim hujan datang permasalahan lain akan muncul. Dimana kali (sungai) tempat mencari air tersebut menjadi banjir sehingga akan menyulitkan akan untuk menyebrang ke sekolah, yang pada akhirnya banyak anak-anak yang tidak bersekolah. Hal lain yang menjadi persolan ketika hujan  yang berkepanjangan adalah banyaknya siswa dan guru yang sakit sehingga proses belajar mengajar tidak berjalan dengan baik.
Selain karna pengaruh musim, faktor geografis juga meramaikan cerita pendidikan di pelosok negri ini, mereka tinggal di lereng-lereng gunung dan sekolah berada di atas bukit. Mereka butuh waktu 30-120 menit  perjalanan untuk sampai ke sekolah. ketika sudah berada disekolah, mereka sudah berkeringat dan terlihat kelelahan. Ini merupakan salah satu potret miris tentang pendidikan kita, salah satu secita diantara ratusan cerita di seluruh tanah air ini.
Dengan banyaknya ragam persoalan pendidikan di darah 3T tersebut, tidak membuat mereka tengggelam dalam ketidakberdayaan, mereka sangat semangat menimba ilmu pengetahuan, mereka juga mampu berprestasi, bahkan mereka juga mampu besaing dengan anak-anak yang ada dikota yang serba tercukupi. Ini berarti dengan berbagai persoalan itu tidak membuat mereka patah semangat dan pantang menyerah untuk kemajuan bangsa indonesia. Si Eman, nama lengkapnya Emanuel Suri adalah salah satu anak dari pelosok negri yang mampu menjadi terbaik dan mewakili Provinsi NTT dalam ajang lomba pidato bahasa Indonesia dalam kancah nasional. Ini membuktikan kalau mereka punya semangat walaupun dengan serba sederhanan. Semangat yang mempu mendongkarak asumsi masyarakat kalau mereka memliki semangat belajar yang tinggi.
Walaupun demikian tentu hal ini menjadi renungan untuk kita, masyarakat, dan pemerintah tentunya mencari solusi atas semua permasalahan pendidikan di walayah 3T tersebut. Kita memang mempunyai wilayah luas, masyarakat yang tidak sedikit (penduduk terbanyak No 4 di dunia), wilayah geografis yang beragam, namun hal itu sebenarnya tidak menjadi kendala, jika kita semua peduli akan pendidikan anak yang ada di pelosok tanah nusantara ini, kita bersatu mencari dan ambil bagian maka pendidikan kita akan terselamatkan. Pemerintah sudah gencar mempersiapkan dan membuat program untuk pendidikan di perbatasan, misalnya program Indonesia Mengajar, GuDaCil (Guru Daerah Terpencil) SM3T dan sebagainya. Ini menandakan pemerintah sadar dan tahu akan semua permasalahan pendidikan di Nusantara ini. Selain pemerintah para guru seharusnya juga ikut berpartisivasi untuk mendukung program yang ditawarkan untuk pendidikan kita. Karena kalau tidak kita, siapa lagi yang akan peduli. Pendidikan yang maju ada ditangan kita kaum pendidik, ditangan kita akan menciptakan mutiara itu, mutiara yang akan bersinar untuk indonesia jaya.
Jika kita bisa menjadi orang yang bermanfaat dari sejak kita muda, maka sangat besar peluang kita untuk menjadi pencetak pemimpin yang bermanfaat dimasa depan, karena sebaik baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain. Mari kita mempersiapkan diri untuk melahirkan pemimpin dan mutiara masa depan.
Jika mutiara-mutiara dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Timur, dan Irian Jaya bersatu padu untuk membangun indonesia, maka tidak akan ada lagi yang mampu menggoyangkan nusantara ini. Senada dengan itu, bapak proklamor kita pernah berkata "Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia.


Di pidato lainya bung Karno pernah juga berkata 
Beri aku seribu orang, dan dengan mereka aku akan menggerakkan Gunung Semeru. Beri aku sepuluh pemuda yang membara cintanya kepada Tanah Air, dan
dengan mereka aku akan mengguncang dunia.”

Harapan dan cita-cita kita semua untuk membangun indonesia ini melalui pendidikan..
Ing ngarso sung tulodo
Ing madya mangun karsa
Tut wuri handayani
Didepan memberikan teladan, ditengah membangkitkan semangat, dibelakang memberi dorongan. (Bapak pendidikan, Ki Hajar Dewantara)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar