Di
era perkembangan pendidikan yang sudah maju ini kita mengetahui, betapa giatnya
pemerintah untuk mengembangkan pendidikan indonesia mulai dari kurikulum,
teknologi, gedung sekolah, kualitas guru yang terus di upayakan bagus, supaya
pendidikan indonesia mampu bersaing dengan negara-negara luar lainnya.
Upaya Pembangunan pendidikan tersebut
sebenarnya sudah dilaksanakan pada zaman penjajahan dan sampai pada saat
sekarang ini, telah memberikan hasil yang cukup mengagumkan sehingga secara
umum kualitas sumberdaya manusia Indonesia jauh lebih baik. Namun upaya untuk
membangun sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi, menguasi iptek, serta
bermoral dan berbudaya bukanlah suatu pekerjaan yang relatif mudah. Hal ini di
sebabkan dunia pendidikan indonesia masih menghadapi berbagai masalah internal
yang cukup mendasar dan bersifat kompleks. Diantaranya belum meratanya guru,
sarana dan prasarana ditambah lagi kondisi geografis indonesia yang tidak sama,
sehingga pendidikan indonesia masih banyak yang harus dibenahi.
Masalah pembenahan dalam pendidikan,
sebenarnya bukanlah berbicara masalah mutu. Mutu pendidikan akan timbul apabila
hasil pendidikan belum mencapai taraf yang diharapkan. Padahal hasil belajar
yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Hal ini
tidak akan menjadi persoalan ketika kita berkaca untuk pendidikan di kota,
bahkan kemajuannya sudah sampai ketahap yang tinggi, misalnya dengan fasilitas
yang lengkap, guru yang profesional, serba cepat dan canggih mampu membuat
pendidikan itu sangat bergengsi. Akan tetapi kenyataan sekarang ini, pendidikan
yang selayaknya tersebut belum merata sampai pelosok tanah air indonesia ini.
Misalnya Kabupeten Belu, Provinsi NTT, yang termasuk salah satu daerah 3T di Indonesia
ini. Pendidikan
di tempat tersebut banyak yang menjadi sorotan utamanya, diantaranya kurangnya
guru, sarana dan prasarana yang sangat sederhana, serta faktor alam yang
membuat ragamnya persoalan tersebut.
Kekurangan guru
Kita mengetahui
bagaimana pengaruh guru dalam pendidikan, guru adalah senjata utama untuk
menjadikan pendidikan yang berkualitas. Ditangan gurulah akan menciptakan
penerus bangsa yang akan menjadi pemimpin negeri ini, ditangan gurulah akan
lahir generasi muda yang berkualitas yang memiliki akhlak, dan karakter yang
dibutuhkan dalam era globalisasi ini.
Oleh karena itu guru
sangat diperlukan untuk membentuk itu semua, yang menjadi persoalan disini
ialah ketika meludaknya guru dikota dan minimnya guru dipelosok tanah air.
Sebuah persoalan yang tidak terasa adil untuk mereka yang berada di pelosok,
jika kita melihat secara empiris penulis banyak ditemui di sekolah-sekolah
daerah 3T sangat membutuhkan guru. Diwilayah tersebut guru adalah sumber ilmu
yang pertama dan utama, oleh karena itu tidak jarang kita temui guru mengajar
secara rangkap (satu guru dalam dua kelas), pada dasarnya guru harus mampu menguasai
semua bidang studi dalam tingkatan yang
berbeda. Begitulah perjuangan guru di wilayah 3T tersebut.
Dengan keterbatasan sumber daya manusia, tidak
menghentikan proses pendidikan di pelosok, keterbatasan tidak menjadi
penghalang untuk tetap mendidik anak-anak untuk menjadi insan yang memiliki
budi pekerti yang baik. Selain guru yang terbatas, hal lain yang menjadi
persoalan pendidikan di pelosok negri adalah masalah sarana dan prasarana.
Sarana dan prasarana
Dalam UUD 1945 bab XI pasal 17
berbunyi: “Tiap-tiap warga Negara republik Indonesia mempunyai hak yang sama
diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk
pendidikan dan pengajaarn pada sekolah itu dipenuhi.”. Menjadi persoalan disini ketika terjadi
kesenjangan antara pendidikan di kota dan daerah yang berada di 3T. Seolah-olah
UU tidak berlaku untuk pendidikan yang ada di pelosok negri, mengapa demikian?
Ketika kita melihat pendidikan di daerah 3T kita merasa adanya ketidak adilan
untuk mereka, gedung sekolah yang tidak layak, tidak cukupnya ruang belajar,
tidak tersedianya media dalam belajar, akses internet yang jauh dari harapan,
serta buku-buku yang sangat terbatas, ditambah lagi seragam sekolah yang sudah
berubah warna dari putih menjadi kuning. Ini menjadi khas pendidikan yang ada
di pelosok tanah air. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah faktor
alam.
Faktor alam
Hal
yang paling menjadi sorotan pendidikan di daerah timur ini adalah faktor alam
dan kondisi goegrafisnya. Adanya dua musim, kemarau dan hujan yang
masing-masing terjadi selama enam bulan. Ketika musim kemarau datang, akan
terjadi kekeringan dan sulitnya mendapatkan air. Hal itu akan berdampak kepada
anak-anak dan pendidikan tentunya. Anak-anak diharuskan mencari air dikali yang
jaraknya jauh dari sekolah, mengingat air adalah sumber kehidupan yang tidak
dapat dilepaskan untuk keperluan sehari-hari disekolah misalnya untuk cuci
tangan, pengisian air di toilet, dan untuk menyiram bunga.
Sebaliknya,
ketika musim hujan datang permasalahan lain akan muncul. Dimana kali (sungai)
tempat mencari air tersebut menjadi banjir sehingga akan menyulitkan akan untuk
menyebrang ke sekolah, yang pada akhirnya banyak anak-anak yang tidak
bersekolah. Hal lain yang menjadi persolan ketika hujan yang berkepanjangan adalah banyaknya siswa
dan guru yang sakit sehingga proses belajar mengajar tidak berjalan dengan
baik.
Selain
karna pengaruh musim, faktor geografis juga meramaikan cerita pendidikan di
pelosok negri ini, mereka tinggal di lereng-lereng gunung dan sekolah berada di
atas bukit. Mereka butuh waktu 30-120 menit
perjalanan untuk sampai ke sekolah. ketika sudah berada disekolah,
mereka sudah berkeringat dan terlihat kelelahan. Ini merupakan salah satu
potret miris tentang pendidikan kita, salah satu secita diantara ratusan cerita
di seluruh tanah air ini.
Dengan
banyaknya ragam persoalan pendidikan di darah 3T tersebut, tidak membuat mereka
tengggelam dalam ketidakberdayaan, mereka sangat semangat menimba ilmu
pengetahuan, mereka juga mampu berprestasi, bahkan mereka juga mampu besaing
dengan anak-anak yang ada dikota yang serba tercukupi. Ini berarti dengan
berbagai persoalan itu tidak membuat mereka patah semangat dan pantang menyerah
untuk kemajuan bangsa indonesia. Si Eman, nama lengkapnya Emanuel Suri adalah
salah satu anak dari pelosok negri yang mampu menjadi terbaik dan mewakili Provinsi
NTT dalam ajang lomba pidato bahasa Indonesia dalam kancah nasional. Ini
membuktikan kalau mereka punya semangat walaupun dengan serba sederhanan.
Semangat yang mempu mendongkarak asumsi masyarakat kalau mereka memliki
semangat belajar yang tinggi.
Walaupun
demikian tentu hal ini menjadi renungan untuk kita, masyarakat, dan pemerintah
tentunya mencari solusi atas semua permasalahan pendidikan di walayah 3T
tersebut. Kita memang mempunyai wilayah luas, masyarakat
yang tidak sedikit (penduduk terbanyak No 4 di dunia), wilayah geografis yang
beragam, namun hal itu sebenarnya tidak menjadi kendala, jika kita semua peduli
akan pendidikan anak yang ada di pelosok tanah nusantara ini, kita bersatu
mencari dan ambil bagian maka pendidikan kita akan terselamatkan. Pemerintah
sudah gencar mempersiapkan dan membuat program untuk pendidikan di perbatasan, misalnya
program Indonesia Mengajar, GuDaCil (Guru Daerah Terpencil) SM3T dan
sebagainya. Ini menandakan pemerintah sadar dan tahu akan semua permasalahan
pendidikan di Nusantara ini. Selain pemerintah para guru seharusnya juga ikut
berpartisivasi untuk mendukung program yang ditawarkan untuk pendidikan kita. Karena
kalau tidak kita, siapa lagi yang akan peduli. Pendidikan yang maju ada
ditangan kita kaum pendidik, ditangan kita akan menciptakan mutiara itu,
mutiara yang akan bersinar untuk indonesia jaya.
Jika kita bisa menjadi orang yang
bermanfaat dari sejak kita muda, maka sangat besar peluang kita untuk menjadi
pencetak pemimpin yang bermanfaat dimasa depan, karena sebaik baik manusia
adalah yang bermanfaat bagi manusia lain. Mari kita mempersiapkan diri untuk melahirkan
pemimpin dan mutiara masa depan.
Jika mutiara-mutiara dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku,
Timur, dan Irian Jaya bersatu padu untuk membangun indonesia, maka tidak akan
ada lagi yang mampu menggoyangkan nusantara ini. Senada dengan itu, bapak
proklamor kita pernah berkata "Seribu
orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia.
Di pidato lainya bung Karno pernah
juga berkata
“Beri aku seribu orang, dan dengan
mereka aku akan menggerakkan Gunung Semeru. Beri aku sepuluh pemuda yang
membara cintanya kepada Tanah Air, dan
dengan mereka aku akan mengguncang
dunia.”
Harapan dan cita-cita kita semua untuk membangun indonesia ini melalui
pendidikan..
Ing ngarso
sung tulodo
Ing madya
mangun karsa
Tut wuri
handayani
Didepan memberikan teladan, ditengah membangkitkan semangat, dibelakang
memberi dorongan. (Bapak pendidikan, Ki Hajar Dewantara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar